Berbagai komentar pada tulisan di Kompasiana ini tentang “Ketika Banyak Orang Bersumpah”. Seperti juga pada wall maupun yang masuk di inbox facebook saya, yakni tentang ’sumpah’, maupun “tanda-tanda orang-orang munafik,” menggelitik saya untuk meneruskan topik ini. Namun, kali ini penulis mencoba lebih banyak mengangkatnya dari sudut agama. Pasalnya, khotib shalat Jum’at tadi di Masjid Al-Hidayah, Bidakara, berkhotbah juga dengan topik ini.

Amat memperihatinkan memang, bagi mereka-mereka yang belum tentu menjalankan ajaran Islam dalam praktek kehidupannya sehari-hari, bahkan tidak mau menggunakan syariah Allah dalam aturan kehidupannya, apalagi memperjuangkan tegaknya ajaran agama-Nya, tapi ketika kesandung perkara, tiba-tiba mereka rame-rame memperlihatkan simbol-simbol agama. Mereka bersumpah dengan simbol-simbol agama bahkan mengucapkan lafal Allah, sungguh sangat ironis.

Apa itu sumpah? Bagaimana Islam mengatur sumpah? Dengan apa bersumpah? Apa dampak bagi orang yang sumpah palsu?

Sumpah dalam bahasa Arab ialah al-Aiman yang merupakan jamak dari kata al-Yamin. Arti asalnya adalah tangan kanan, karena untuk bersumpah masyarakat Arab biasanya mengangkat tangan kanan mereka. Secara istilah, sumpah berarti menguatkan perkara yang disumpah dengan menggunakan nama Allah, atau salah satu dari nama-nama Allah, atau salah satu dari sifat-sifat Allah.

Begitu sakralnya perkara sumpah ini, sehingga seseorang tidak boleh main-main dalam bersumpah apalagi berdusta atau sumpah paslu, sekalipun terhadap perkara yang amat kecil. Rasulullah Saw bersabda:

“Barangsiapa mengambil hak seorang muslim dengan sumpahnya (yang dusta), maka sesungguhnya Allah mewajibkan baginya masuk neraka dan mengharamkan baginya syurga.” Seseorang bertanya: “Sekalipun terhadap sesuatu yang remeh ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “(Ya), sekalipun sebatang kayu arak (yang digunakan untuk bersiwak).” (HR. Muslim)

Sungguh besar resiko dan ancaman bagi orang yang berdusta dalam sumpahnya, oleh karena itu Islam mengingatkan umatnya agar hati-hati dalam bersumpah dan jangan biasakan diri bersumpah. Jangan bersumpah tentang ini dan itu tanpa keperluan. Kebiasan bersumpah akan menyebabkan orang merasa tidak bersalah ketika berdusta dalam sumpahnya sehingga akhirnya terjebak dalam ancaman hadis di atas. Bahkan Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi hina.” (QS. Al-Qalam:10)

Rahasia pemerintahan yang kuat atau masyarakat yang maju adalah terletak pada penegakan hukum yang adil. Sudah menjadi bukti sejarah, bahwa kehancuran umat-umat terdahulu, adalah karena tidak adanya penegakan hukum yang adil. Jika kejahatan itu diperbuat oleh penguasa, orang “kuat” atau berduit, padahal itu kejahatan besar, bahkan merugikan masyarakat banyak, hukum tidak ditegakkan. Namun jika yang berbuat kesalahan itu orang biasa, masyarakat lemah, meskipun kesalahannya kecil, segera hukum ditegakkan, dengan seberat-beratnya. Rasulullah Saw. bersabda:

“Wahai manusia!, ketahuilah bahwa kehancuran umat terdahulu adalah karena mereka tidak menegakkan hukum dengan adil. Jika yang mencuri –berperkara- dari golongan terpandang, mereka biarkan. Namun jika yang mencuri itu orang yang tidak punya, mereka secara tegas menegakkan hukum. Demi Allah, jika Fatimah putri Muhammad –anak beliau sendiri- mencuri, pasti saya potong tangannya.” (HR. Bukhari)

“Demi Allah” sebagai sebuah ucapan yang mengawali sumpah sering kita dengar untuk membuktikan bahwa sesuatu itu benar atau tidak benar. Sesungguhnya, Allah Ta’ala melarang sumpah dijadikan sebagai alat menipu, “Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu diantaramu yang menyebabkan tergelincir kaki(mu) sesudah kokoh tegaknya dan kamu rasakan kemelaratan (didunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan bagimu azab yang besar.” (QS. An-Nahl :94).

Dari Abu bakar r.a, Rasulullah Saw bersabda: “Maukah kalian semua jika kuberitau tentang dosa paling besar diantar dosa-dosa paling besar ?” kami menjawab ” sudah tentu wahai Rasulullah.” lalu, sambil berbaring beliau Saw bersabda: “Pertama, syirik kepada Allah, lalu durhaka kepada orang tua…” lalu tiba-tiba Rasulullah duduk tegak dan bersabda: “yang ketiga sumpah palsu dan saksi palsu. “Rasulullah terus mengulang-ulang yang ketiga ini sampai para sahabat gemetar dan berkata: “seandainya Rasulullah diam” karena takutnya para sahabat mendengarkan kata sumpah dan saksi palsu yang diulang terus menerus oleh Rasulullah.” (Hr. Bukhari Muslim). Betapa beratnya dosa dengan sumpah palsu apalagi yang merugikan orang lain.

Kalau pemerintah dan masyarakat tidak ingin hancur sebagaimana umat terdahulu, maka tegakkan hukum, tanpa pandang bulu. Siapapun yang terbukti berbuat kejahatan, tindak pidana, maka hukum harus ditegakkan, sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dengan cara yang adil. Allah swt. berfirman: “Apabila kalian menghukumi suatu perkara di antara manusia, maka hukumilah dengan cara yang Adil.” Allahu a’alam.

Oleh karena itu marilah kita benar-benar memelihara lidah kita dari penyakit-penyakit yang membahayakan. semoga tulisan ini bermanfaat.

Salam,

H. Umar Hapsoro Ishak