Duta Islam Yang Pertama

Assalamu'alaikum wr. wb,

Mush'ab bin Umair salah seorang di antara para shahabat Nabi. Alangkah baiknya jika
kita, memulai kisah dengan pribadi-nya: Seorang remaja Quraisy terkemuka, seorang yang paling ganteng dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat muda.

Para muarrikh dan ahli riwayat melukiskan semangat kemudaannya dengan kalimat:
"Seorang warga kota Mekah yang mempunyai nama paling harum". Ia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Mekah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya demikian rupa sebagaimana yang dialami Mush'ab bin Umair.

Mungkinkah kiranya anak muda yang serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja,
menjadi buah-bibir gadis-gadis Mekah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan,
akan meningkat sedemikian rupa hingga menjadi buah cerita tentang keimanan, dan
menjadi tamsil dalam semangat kepahlawana, sebaga suatu riwayat yang penuh pesona, riwayat Mush'ab bin Umair atau "Mush'ab yang baik", sebagaimana biasa digelarkan oleh kaum Muslimin.

Ia salah satu di antara pribadi-pribadi Muslimin yang ditempa oleh Islam dan dididik oleh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tetapi corak pribadi manakah?

Kisah hidupnya menjadi kebanggaan bagi kemanusiaan umumnya.

Suatu hari anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas di kalangan warga
Mekah mengenai Muhammad al-Amin ... Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang
mengatakan bahwa dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun duka,
sebagai da'i yang mengajak ummat beribadat kepada Allah Yang Maha Esa.

Sementara perhatian warga Mekah terpusat pada berita itu, dan tiada yang menjadi buah
pembicaraan mereka kecuali tentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta
Agama yang dibawanya, maka anak muda yang manja ini paling banyak mendengar
berita itu. Karena walaupun usianya masih belia, tetapi ia menjadi bunga majlis tempat-tempat pertemuan yang selalu diharapkan kehadirannya oleh para anggota dan teman-temannya.

Wajahnya yang tampan dan otaknya yang cerdas merupakan keistimewaan Ibnu Umair, menjadi daya pemikat dan pembuka jalan pemecahan masalah.

Di antara berita yang didengarnya ialah bahwa Rasulullah bersama pengikutnya biasa
mengadakan pertemuan di suatu tempat yang terhindar dan jauh dari gangguan gerombolan
Quraisy dan ancaman-ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam.
Keraguannya tiada berjalan lama, hanya sebentar waktu ia menunggu, maka pada suatu
senja didorong oleh kerinduannya, pergilah ia ke rumah Arqam menyertai rombongan itu.
Di tempat itu Rasulullah saw. sering berkumpul bersama dengan para sahabatnya.

Baru saja Mush'ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat al-Quran mulai mengalir dari
kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran dan menghujam di kalbunya.
Hampir saja anak muda itu terangkat dari tempat duduknya karena rasa haru, dan serasa
terbang ia karena gembira. Tetapi Rasulullah mengulurkan tangannya yang penuh berkat
dan kasih sayang dan mengurut dada pemuda yang sedang panas bergejolak, hingga tiba-tiba menjadi sebuah lubuk hati yang tenang dan damai, tak obah bagai lautan yang teduh dan dalam.

Pemuda yang telah Islam dan Iman itu nampak telah memiliki ilmu dan hikmah yang luas
-- berlipat ganda dari ukuran usianya -- dan mempunyai kepekatan hati yang mampu
merubah jalan sejarah ...!

Khunas binti Malik yakni ibunda Mush'ab, seorang yang berkepribadian kuat dan
pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat. la wanita yang disegani bahkan
ditakuti.

Ketika Mush'ab menganut Islam, tiada satu kekuatan pun yang ditakuti dan
dikhawatirkannya selain ibunya sendiri, bahkan walau seluruh penduduk Mekah beserta
berhala-berhala para pembesar dan padang pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan
yang menakutkan yang hendak menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush'ab
akan menganggapnya enteng. Tapi tantangan dari ibunya bagi Mush'ab tidak dapat
dianggap kecil. Ia pun segera berpikir keras dan mengambil keputusan untuk
menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah.

Demikianlah ia senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri majlis Rasulullah,
sedang hatinya merasa bahagia dengan keimanan dan sedia menebusnya dengan amarah
murka ibunya yang belum mengetahui berita keislamannya. Tetapi di kota Mekah tiada rahasia yang tersembunyi, apalagi dalam suasana seperti itu. Mata kaum Quraisy berkeliaran di mana-mana mengikuti setiap langkah dan menyelusuri setiap jejak.

Kebetulan seorang yang bernama Usman bin Thalhah melihat Mush'ab memasuki rumah
Arqam secara sembunyi-sembunyi. Kemudian pada hari yang lain dilihatnya pula ia shalat seperti Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Secepat kilat orang-orang Quraisy mendapatkan ibu Mush'ab dan melaporkan berita yang dijamin kebenarannya.

Berdirilah Mush'ab di hadapan ibu dan keluarganya serta para pembesar Mekah yang
berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang yakin dan pasti dibacakannya ayat-ayat al-
Quran yang disampaikan Rasulullah untuk mencuci hati nurani mereka, mengisinya
dengan hikmah dan kemuliaan, kejujuran dan ketaqwaan.

Ketika sang ibu hendak membungkam mulut puteranya dengan tamparan keras, tiba-tiba
tangan yang terulur bagai anak panah itu surut dan jatuh terkulai -- demi melihat nur atau cahaya yang membuat wajah yang telah berseri cemerlang itu kian berwibawa dan patut diindahkan -- menimbulkan suatu ketenangan yang mendorong dihentikannya tindakannya itu.

Karena rasa keibuannya, ibunda Mush'ab terhindar memukul dan menyakiti puteranya,
tetapi tak dapat menahan diri dari tuntutan bela berhala-berhalanya dengan jalan lain.

Dibawalah puteranya itu ke suatu tempat terpencil di rumahnya, lalu dikurung dan
dipenjarakannya amat rapat. Demikianlah beberapa lama Mush'ab tinggal dalam kurungan sampai saat beberapa orang Muslimin hijrah ke Habsyi. Mendengar berita hijrah ini Mush'ab pun mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya, lain pergi ke Habsyi melindungkan diri. Ia tinggal di sana bersama saudara-saudaranya kaum Muhajirin, lain pulang ke Mekah. Kemudian ia pergi lagi hijrah kedua kalinya bersama para shahabat atas titah Rasulullah dan karena taat kepadanya.

Baik di Habsyi ataupun di Mekah, ujian dan penderitaan yang harus dilalui Mush'ab di
tiap saat dan tempat kian meningkat. Ia telah selesai dan berhasil menempa corak kehidupannya menurut pola yang modelnya seperti yang telah dicontohkan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ia merasa puas bahwa kehidupannya telah layak untuk dipersembahkan bagi pengurbanan terhadap Penciptanya Yang Maha Tinggi, Tuhannya Yang Maha Akbar ...

Pada suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang duduk
sekeliling Rasulullah saw. Ketika memandang Mush'ab, mereka sama-sama menundukkan
kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka.
Mereka melihat Mush'ab memakai jubah usang yang bertambal-tambal, padahal belum
lagi hilang dari ingatan mereka -- pakaiannya sebelum masuk Islam -- tak obahnya
bagaikan kembang di taman, berwarna warni dan menghamburkan bau yang wangi.

Adapun Rasulullah, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan
syukur dalam hati, pada kedua bihirnya tersungging senyuman mulia, seraya bersabda:
Dahulu saya lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalhannya semua itu demi cintanya hepada
Allah dan Rasul-Nya.

Semenjak ibunya merasa putus asa untuk mengembalikan Mush'ab kepada agama yang
lama, ia telah menghentikan segala pemberian yang biasa dilimpahkan kepadanya,
bahkan ia tak sudi nasinya dimakan orang yang telah mengingkari berhala dan patut
beroleh kutukan daripadanya, walau anak kandungnya sendiri.

Akhir pertemuan Mush'ab dengan ibunya, ketika perempuan itu hendak mencoba
mengurungnya lagi sewaktu ia pulang dari Habsyi. Ia pun bersumpah dan menyatakan
tekadnya untuk membunuh orang-orang suruhan ibunya bila rencana itu dilakukan.
Karena sang ibu telah mengetahui kebulatan tekad puteranya yang telah mengambil satu
keputusan, tak ada jalan lain baginya kecuali melepasnya dengan cucuran air mata,
sementara Mush'ab mengucapkan selamat berpisah dengan menangis pula.

Saat perpisahan itu menggambarkan kepada kita, kegigihan luar biasa dalam kekafiran
fihak ibu, sebaliknya kebulatan tekad yang lebih besar dalam mempertahankan keimanan
dari fihak anak. Ketika sang ibu mengusirnya dari rumah sambil berkata: "Pergilah
sesuka hatimu! Aku bukan ibumu lagi". Maka Mush'ab pun menghampiri ibunya sambil berkata: !'Wahai bunda! Telah ananda sampaikan nasihat kepada bunda, dan anakanda menaruh kasihan kepada bunda. Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya".

Dengan murka dan naik darah ibunya menyahut: "Demi bintang! Sekali-kali aku takkan
masuk ke dalam Agamamu itu. Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi". Demikian Mush'ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara. Pemuda ganteng dan perlente itu, kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar. Tapi jiwanya yang telah dihiasi dengan 'aqidah suci dan cemerlang berkat sepuhan Nur Ilahi, telah merubah dirinya menjadi seorang manusia lain, yaitu manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani ...

Suatu saat Mush'ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas maha penting saat
itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan seluk beluk Agama
kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan bai'at kepada Rasulullah di bukit
'Aqabah. Di samping itu mengajak orang-orang lain untuk menganut Agama-Allah, serta
mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijratul Rasul sebagai suatu peristiwa besar.

Sebenamya di kalangan shahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih
beupengarub dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada
Mush'ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada "Mush'ab yang baik".
Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat
penting ke atas pundak pemuda itu, dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib
Agama Islam di kota Madinah, suatu kota yang tak lama lagi akan menjadi kota tempatan
atau kota hijrah, pusat para da'i dan da'wah, tempat berhimpunnya penyebar Agama dan
pembela al-Islam.

Mush'ab memikul amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa fikiran yang
cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka beuduyun-duyun masuk Islam.

Sesampainya di Madinah, didapatinya Kaum Muslimin di sana tidak lebih dari dua belas
orang, yakni hanya orang-orang yang telah bai'at di bukit 'Aqabah. Tetapi tiada sampai beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang yang sama-sama memenuhi panggilan
Allah dan Rasul-nya.

Pada musim haji berikutnya dari perjanjian 'Aqabah, Kaum Muslimin Madinah mengirim
perutusan yang mewakili mereka menemui Nabi saw. Dan perutusan itu dipimpin oleh guru
mereka, oleh duta yang dikirim Nabi kepada mereka, yaitu Mush'ab bin Umair. Dengan tindakannya yang tepat dan bijaksana, Mush'ab bin Umair telah membuktikan bahwa pilihan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam atas dirinya itu tepat.

Ia memahami tugas dengan sepenuhnya, hingga tak terlanjur melampaui batas yang telah
ditetapkan. la sadar bahwa tugasnya adalah menyeru kepada Allah, menyampaikan berita gembira lahirnya suatu Agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, membimbing
mereka ke jalan yang lurus. Akhlaqnya mengikuti pola hidup Rasulullah yang di imaninya, yang mengemban kewajiban hanya menyampaikan belaka ....

Di Madinah Mush'ab tinggal sebagai tamu di rumah As'ad bin Zararah. Dengan di dampingi As'ad, ia pergi mengunjungi kabilah-kabilah, rumah-rumah dan tempat-tempat
pertemuan, untuk membacakan ayat-ayat; Kitab Suci dari Allah, menyampaian
kalimattullah "bahwa Allah Tuhan Maha Esa" secara hati-hati. Pernah ia menghadapi beberapa peristiwa yang mengancam keselamatan diri serta shahabatnya, yang nyaris celaka kalau tidak karena kecerdasan akal dan kebesaran jiwanya.

Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah kepada orang-orang, tiba-tiba
disergap Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid
menodong Mush'ab dengan menyentakkan lembingnya. Bukan main marah dan
murkanya Usaid, menyaksikan Mush'ab yang dianggap akan mengacau dan menyelewengkan anak buahnya dari agama mereka, serta mengemukakan Tuhan Yang Maha Esa yang belum pernah mereka kenal dan dengar sebelum itu. Padahal menurut anggapan Usaid, tuhan-tuhan mereka yang bersimpuh lena di tempatnya masing-masing mudah dihubungi secara kongkrit. Jika seseorang memerlukan salah satu di antaranya, tentulah ia akan mengetahui tempatnya dan segera pergi mengunjunginya untuk memaparkan kesulitan serta menyampaikan permohonan. Demikianlah yang tergambar dan terbayang dalam fikiran suku Abdul Asyhal.

Tetapi Tuhannya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam -- yang diserukan beribadah
kepada-Nya -- oleh utusan yang datang kepada mereka itu, tiadalah yang mengetahui
tempat-Nya dan tak seorang pun yang dapat melihat-Nya. Bila dilihat kedatangan Usaid bin Hudlair yang murka bagaikan api sedang berkobar kepada orang-orang Islam yang duduk beusama Mush'ab, mereka pun merasa kecut dan takut. Tetapi "Mush'ab yang baik" tetap tinggal tenang dengan air muka yang tidak berubah. Bagaikan singa hendak menerkam, Usaid berdiri di depan Mush'ab dan As'ad bin Zararah, bentaknya: "Apa maksud kalian datang ke kampung kami ini, apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan segera tempat ini, jika tak ingin segera nyawa kalian melayang!"

Seperti tenang dan mantapnya samudera dalam..., laksana terang dan damainya cahaya
fajar, ... terpancarlah ketulusan hati "Mush'ab yang baik", dan bergeraklah lidahnya
mengeluarkan ucapan halus, katanya: "Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan
dulu? Seandainya anda menyukai nanti, anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak,
kami akan menghentikan apa yang tidak anda sukai itu!".

Sebenamya Usaid seorang berakal dan berfikiran sehat. Dan sekarang ini ia diajak oleh
Mush'ab untuk berbicara dan meminta petimbangan kepada hati nuraninya sendiri. Yang
dimintanya hanyalah agar ia bersedia mendengar dan bukan lainnya. Jika ia menyetujui,
ia akan membiarkan Mush'ab, dan jika tidak, maka Mush'ab berjanji akan meninggalkan
kampung dan masyarakat mereka untuk mencari tempat dan masyarakat lain, dengan
tidak merugikan ataupun dirugikan orang lain. "Sekarang saya insyaf", ujar Usaid, lalu menjatuhkan lembingnya ke tanah dan duduk mendengarkan.

Ketika Mush'ab membacakan ayat-ayat al-Quran dan menguraikan da'wah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah saw., maka dada Usaid pun mulai terbuka dan bercahaya, beralun berirama mengikuti naik turunnya suara serta meresapi keindahannya, dan belum lagi Mush'ab selesai dari uraiannya. Usaid pun berseru kepadanya dan kepada shahabatnya: "Alangkah indah dan benarnya ucapan itu .. ·! Dan apakah yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masuk Agama ini?" Maka sebagai jawabannya gemuruhlah suara tahlil, serempak seakan hendak menggoncangkan bumi. Kemudian ujar Mush'ab: "Hendaklah ia mensucikan diri, pakaian dan badannya, serta bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah".

Beberapa lama Usaid meninggalkan mereka, kemudian kembali sambil memeras air dari
rambutnya, lalu ia berdiri sambil menyatakan pengakuannya bahwa tiada Tuhan yang haq
di ibadahi melainkan Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah ….

Berita itu pun tersiarlah, dan tak lama setelah itu disusul dengan kehadiran Sa'ad bin Mu'adz, dimana setelah mendengar uraian Mush'ab, Sa'ad merasa puas dan menyatakan diri masuk Islam pula. Langkah ini disusul pula oleh Sa'ad bin 'Ubadah.

Dengan keislaman mereka ini, berarti selesailah persoalan dengan berbagai suku yang ada di Madinah. Warga kota Madinah saling berdatangan dan tanya-bertanya sesama mereka: "Jika Usaid bin Hudlair, Sa'ad bin 'Ubadah dan Sa'ad bin Mu'adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu .... Ayolah kita pergi kepada Mush'ab dan beriman bersamanya! Kata orang-orang yang hadir, ... kebenaran itu terpancar dari celah-celab giginya!".

Demikianlah duta Rasulullah yang pertama telah mencapai hasil gemilang yang tiada
taranya, suatu keberhasilan yang memang wajar dan layak diperolehnya.· Hari-hari dan
tahun-tahun pun berlalu, dan Rasulullah bersama para shahabatnya hijrah ke Madinah.
Orang-orang Quraisy semakin geram, mereka menyiapkan tenaga untuk melanjutkan tindakan kekerasan terhadap hamba-hamba Allah yang shalih.

Terjadilah perang Badar dimana kaum Quraisy memperoleh pelajaran yang amat pahit, namun mereka belum mau juga menyadarinya, .. mereka berusaha keras untuk menebus
kekalahannya. Kemudian datanglah giliran terjadi perang Uhud.

Rasulullah saw berdiri di tengah barisan pada perang Uhud, menatap setiap wajah
orang beriman menyelidiki siapa yang sebaiknya membawa bendera. Maka terpanggillah
"Mush'ab yang baik", dan pahlawan itu tampil sebagai pembawa bendera. Peperangan pun berkobar, berkecamuk dengan sengitnya. Pasukan panah melanggar tidak mentaati perintah Rasulullah, mereka meninggalkan kedudukannya di celah bukit
setelah melihat orang-orang musyrik menderita kekalahan dan mengundurkan diri.

Perbuatan mereka itu secepatnya merubah suasana, hingga kemenangan Kaum Muslimin
beralih menjadi kekalahan. Dengan tidak diduga pasukan berkuda Quraisy menyerbu Kaum Muslimin dari puncak bukit, lalu tombak dan pedang pun berdentang bagaikan mengamuk, membantai Kaum Muslimin yang tengah kacau balau. Melihat barisan Kaum Muslimin porak poranda, musuh pun menujukan serangan ke arah Rasulullah dengan maksud menghantamnya.
Mush'ab bin Umair menyadari suasana gawat ini. Maka diacungkannya bendera setinggi-tingginya dan bagaikan ngauman singa ia bertakbir sekeras-kerasnya, lalu maju ke muka, melompat, mengelak dan berputar lalu menerkam. Minatnya tertuju untuk menarik
perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
Dengan demikian menjadikan dirinya bagaikan membentuk barisan tentara ... Sungguh, walaupun seorang diri, tetapi Mush'ab bertempur laksana pasukan tentara besar .... Sebelah tangannya memegang bendera bagaikan tameng kesaktian, sedang yang
sebelah lagi menebaskan pedangnya yang tajam .... Tetapi musuh kian bertambah banyak juga, mereka hendak menyeberang dengan menginjak-injak tubuhnya untuk mencapai Rasulullah saw.

Sekarang marilah kita perhatikan saksi mata, yang akan menceriterakan saat-saat terakhir pahlawan besar Mush'ab bin Umair. Berkata Ibnu Sa'ad: Di ceritakan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil al-'Abdari dari bapaknya, ia berkata: "Mush'ab bin Umair adalah pembawa bendera di Perang Uhud. Tatkala barisan Kaum
Muslimin pecah, Mush'ab bertahan pada kedudukannya. Datanglah seorang musuh
berkuda, Ibnu Umayah namanya, lalu menebas tangannya hingga putus, sementara Mush'ab mengucapkan: 'Muhammad itu tiada lain hanyaIah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul': Maka dipegangnya bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mushab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada
sambil mengucaphan: 'Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul'. Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mush'ab pun gugur, dan bendera jatuh".

Gugurlah Mush'ab dan jatuhlah bendera .... Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para
syuhada .... Dan hal itu dialaminya setelah dengan keberanian luar biasa mengarungi
kancah pengorbanan dan keimanan. Di saat itu Mush'ab berpendapat bahwa sekiranya ia
gugur, tentulah jalan para pembunuh akan terbuka lebar menuju Rasulullah tanpa ada
pembela yang akan mempertahankannya. Demi cintanya yang tiada terbatas kepada
Rasulullah dan cemas memikirkan nasibnya nanti, ketika ia akan pergi berlalu, setiap kali pedang jatuh menerbangkan sebelah tangannya, dihiburnya dirinya dengan ucapan :
"Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh
beberapa Rasul".

Kalimat yang kemudian dikukuhkan sebagai wahyu ini selalu diulang dan dibacanya
sampai selesai, hingga akhirnya menjadi ayat al-Quran yang selalu dibaca orang ....
Setelah pertempuran usai, ditemukanlah jasad pahlawan ulung yang syahid itu terbaring
dengan wajah menelungkup ke tanah digenangi darahnya yang mulia ....Dan seolah-olah
tubuh yang telah kaku itu masih takut menyaksikan bila Rasulullah ditimpa bencana,
maka disembunyikannya wajahnya agar tidak melihat peristiwa yang dikhawatirkan dan
ditakutinya itu.

Atau mungkin juga ia merasa malu karena telah gugur sebelum hatinya tenteram beroleh
kepastian akan keselamatan Rasulullah, dan sebelum ia selesai menunaikan tugasnya
dalam membela dan mempertahankan Rasulullah sampai berhasil.




Wahai Mush'ab cukuplah bagimu ar-Rahman ..
Namamu harum semerbak dalam kehidupan ....




Rasulullah bersama para shahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya. Berkata Khabbah ibnul'Urrat : "Kami hijrah di jalan Allah bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan mengharap keridhaan-Nya, hingga pastilah sudah pahala di sisi Allah. Di antara kami ada yang telah berlalu sebelum menikmati' pahalanya didunia ini sedikit pun juga. Diantaranya ialah Mush'ab bin Umair yang gugur di perang Uhud. Tak sehelai pun kain untuk menutupinya selain sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah
kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Maka sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan dahinya tutupilah dengan rumput dzkhir!".

Betapa pun luka pedih dan duka yang dalam menimpa Rasulullah karena gugur pamanda
Hamzah dan dirusak tubuhnya oleh orang-orang musyrik demikian rupa, hingga
bercucurlah air mata Nabi .... Dan betapapun penuhnya medan laga dengan mayat para
shahabat dan kawan-kawannya, yang masing-masing mereka baginya merupakan panji-panji
ketulusan, kesucian dan cahaya .... Betapa juga semua itu, tapi Rasulullah tak
melewatkan berhenti sejenak dekat jasad dutanya yang pertama, untuk melepas dan
mengeluarkan isi hatinya .... Memang, Rasulullah berdiri di depan Mush'ab bin Umair
dengan pandangan mata yang pendek bagai menyelubunginya dengan kesetiaan dan kasih
sayang, dibacakannya ayat: "Di antara orang-orang Mu'minin terdapat pahlawan-pahlawan yang telah menepati janjinya dengan Allah.(Q.S. 33 al-Ahzab: 23)

Kemudian dengan mengeluh memandangi burdah yang digunakan untuk kain tutupnya, seraya bersabda: "Ketika di Mekah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadamu. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.

Setelah melayangkan pandang, pandangan sayu ke arah medan serta para syuhada kawan-kawan Mush'ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru: "Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari qiamat, bahwa tuan-tuan semua adalah syuhada di sisi Allah". Kemudian sambil berpaling ke arah shahabat yang masih hidup, sabdanya: "Hai manusia! Berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka, serta ucapkanlah salam, Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari qiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereka akan membalasnya".

Salam atasmu wahai Mush'ab ....
Salam atasmu sekalian, wahai para syuhada ....

Wassalamu'alaikum wr. wb,

Sumber : www.alsofwah.or.id (situs dakwah & informasi Islam)
Posted : H. Umar Hapsoro Ishak

Ahlak yang Pertama & Utama.

Assalamualaikum Wr. Wb,

Pribadi muslim sangat menjunjung nilai–nilai akhlaq, .. mereka menyadari bahwa agama itu adalah akhlak yang baik. Kita pun menyadari bahwa runtuhnya agama karena akhlak para pengikutnya, ... dan bisa jadi rusaknya citra Islam karena para pemeluknya berakhlak buruk – Al Islam mahjubun bil Muslimin ..

Saat ini, ... nurani kita menjerit dan merintih karena hampir pada umumnya,.. dipelosok kehidupan masyarakat muslim tidak ditemukan mutiara akhlak yang berbinar menerangi peradaban kehidupan. Umat Islam tenggelam dalam kecanduan ritual pada mazhab-mazhab fiqih yang seringkali diakhiri dengan perbedaan tafsir dan pendapat.

Orientasi yang berpusatkan pada Fiqih seringkali membuat kita menjadi orang–orang asing ditengah sesama saudaranya sendiri. Sementara akhlak yang bersifat universal dikesampingkan. Padahal, .. hanya dengan akhlak yang mulia sajalah setiap hati muslim dapat berpaut satu sama lain. Bukankah Rasulullah saw diutus untuk menyempurnakan akhlak, dan .. Bukankah pada diri baginda Rosul terdapat ketauladanan akhlak ?.

Sebagaimana firman-Nya : “Sesunguhnya engkau (Muhammad) benar–benar memiliki akhlaq yang agung .” (QS, 68:4 ).

Salah satu sacred mission Rasulullah saw, : "innama bu’istu li utaamima makarimal akhlaq – sesungguhnya aku diutus untuk kesempurnaan akhlaq !".

Betapa Rasulullah telah memberikan ketauladanan akhlakul karimah disamping tentu saja hal–hal yang bersifat ritual. Bahkan seorang ahli ibadah tidak ada nilainya dihadapan Ilahi,.. "ketika akhlaknya buruk", .. sebagaimana diriwayatkan tentang orang yang memuji–muji seorang yang ahli ibadah dan berakata : "Tentulah si fulanah itu ahli surga , karena dia senantiasa puasa di siang hari dan sholat di malam hari (inna fulanah tashumun nahar wa taqumul laila", ... Kemudian Rasulullah saw menjawab : "Tidak.. !, Dia ahli neraka ..! Dia suka mengganggu tetangga dengan ucapannya – Hiya fin naar tu’dzi jironaha bilisaaniha."... Seluruh ibadahnya hancur, karena dia punya akhlak yang buruk, suka merusak orang dengan lidahnya". Si Fulanah yang ahli ibadah tersebut, menjadi penghuni neraka karena ibadahnya tidak menjadi motivasi untuk berakhlak yang baik.

Ternyata ketekunan ritual tidak serta merta membuat seorang masuk sorga, bahkan nilai ibadah ritualnya hancur bagaikan api yang membakar kayu bakar, tidak punya arti, nihil!.

Bila akhlak ahli ibadah itu buruk, ... Apalah artinya nilai ritual bila tidak meng-aktualisasikan nilai akhlaknya dalam pegaulan di tengah masyarakat, .. Apalah artinya kesalehan yang ditampakkan dalam bentuk ibadah ritual bila tidak menjadi motivasi aktual untuk menunjukkan cahaya akhlaknya ditengah–tengah pergaulan. Menara masjid meraung–raung menyampaikan dzikir, shalawat, serta puji–pujian lewat pengeras suara yang bising.

Ustadz dan ustadzah di Majelis ta'lim suaranya melengking disiang hari bolong menembus kantor–kantor yang sedang rapat untuk memajukan usahanya. Para pemuda yang mukhlis itu tengah berdiri ditengah sengatan matahari seraya mengulurkan kotak sodaqoh untuk pembangunan rumah ibadah. Masjid–masjid kian banyak didirikan dan dipercantik dengan segala kemewahannya, tetapi hati jama’ahnya kosong. Kita beragama seakan hanya berakhir pada nilai ritual. Kita merasa telah membebaskan dosa-dosa orang yang meninggal dengan membayar para pembaca kitab untuk tadarus membaca surat Yasin selama 40 hari dikuburannya. Datanglah ke pemakaman (saya menyaksikannya di pemakaman Jeruk Purut dan Tanah Kusir),.. disana Anda akan berjumpa dengan orang–orang yang menawarkan jasa untuk berdoa dan membaca ayat-ayat Quran.

Sungguh,... nilai ibadah kita hancur karena kita tak mampu membuktikannya dalam bentuk rahmatan lil alamin, ... Nilai ibadah kita nihil karena tidak menjadi motivasi untuk menampilkan sosok seorang manusia yang Profesional, Jujur, dan Bertanggung-jawab.

Saat ini, .. umat Islam disibukkan dengan berbagai pertikaian hanya karena soal–soal perbedaan faham dalam tata cara ritual. Para tokoh-tokoh agama yang mumpuni asyik memperdebatkan soal–soal yang berkaitan dengan fiqih, seperti ... apakah dalam shalat bacaan basmalah harus dikeraskan (jahar) atau dipelankan (syirr)?,... apakah shalat subuh harus berqunut atau tidak?, .. Apakah Adzan Juma’at itu harus dua kali atau satu kali?, .. Apakah jari telunjuk waktu duduk tasyahud harus digerakan atau digerak-gerakan?, .. Apakah mengecat rambut itu wajib atau tidak?, .. Apakah orang yang mencukur jenggot itu berdosa atau tidak?, .. Apakah orang yang celananya tidak diatas mata kaki bukan pengikut Rosul?, .. dan segudang perbedaan faham dalam soal fiqih ritual membuat diantara kita seakan terpisah oleh garis–garis mazhab. Masing–masing kita menjadi musuh tersembunyi karena perbedaan tafsir fiqih, .. Apakah kita telah mempertuhankan mazhab dan tidak memuliakan akhlak?, ironisnya, ... Ukuran kesalehan bahkan keimanan seseorang di ukur mutlak dari sudut pandang nilai fiqih ritual semata.

Padahal begitu sangat nyata dan jelas pelajaran yang dicontohkan Rasulullah saw, bahwa seorang ahli ibadah itu akhirnya menjadi penghuni neraka, karena ibadahnya tidak melahirkan atau mempercontohkan ketauladan akhlak. Dan Al-Quran mengancam orang-orang yang mendirikan sholat masuk neraka weil karena mentelantarkan misi kemanusiaan.

Beberapa hadist tentang akhlak seringkali tenggelam oleh hingar-bingar masalah fiqih, .. Abu Hurairoh meriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda : "Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mukmin yang paling baik akhlaknya". .. Rasululah saw ditanya, "Perkara apakah yang paling banyak memasukkan manusia ke surga, wahai Rasulullah?". .. Beliau menjawab : "Takwa kepada Allah dan akhlak yang paling baik (taqwallah wa khusnul khuluqi)". Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda : "Akhlak yang buruk itu merusak amal kebajikan seperti cuka merusak madu, seperti api yang membakar kayu bakar". (HR.Ibnu Majah).

Bahkan, Rasulullah saw, .. memuji seorang yang memiliki keluhuran budi pekerti, sebagaimana diriwayatkan oleh Tabrani dari Anas r.a yang menyampaikan bahwa Rasulullah saw bersabda : "Sesungguhnya seorang hamba akan mencapai kedudukan dan derajat yang paling tinggi di akhirat karena akhlaknya yang baik, walau ia lemah dalam ibadat". ( HR.Tabrani, Al-Targhib 3 : 404 ).

Contoh keluhuran akhlak Rasululullah saw, .. beliau membebaskan seorang wanita, putri Hatim Ath-Tho’i yang menjadi tawanan. Hal itu beliau lakukan sebagai balasan kepada ayahnya yang baik budi-pekertiya. Ketika wanita itu datang kepada Nabi saw., ia berkata : "Wahai Muhammad janganlah sebagian orag Arab bergembira karena aku tertawan, .. Aku adalah putri pemimpin kaumku, ... Ayahku adalah pembela rakyatnya,.. suka membebaskan tawanan, .. suka memberi makanan kepada orang–orang lapar, .. dan tidak pernah menolak orang yang membutuhkan pertolongan. Aku adalah putri Hatim Ath-Tho’i", ..

Rasulullah saw, kemudian menjawab : "Apa yang kamu sampaikan itu adalah sifat-sifat orang mukmin sesungguhnya, .. Sekiranya ayahmu seorang muslim, aku akan memohonkan rahmat baginya. Bebaskanlah dia !, .. Karena ayahnya sangat menyukai akhlak yang baik, .. dan sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menyukai akhlak yang baik". Berdirilah Abu Burdah bin Nayyar, seraya berkata : "Wahai Rasulullah apakah Allah menyukai akhlak yang baik ?". Rasulullah saw menjawab : "Demi Dzat yang menguasai diriku, tidak ada seorang pun yang masuk surga, kecuali orang yang baik akhlaknya".

Suatu saat ada seorang lelaki berdiri dihadapan Rasulullah saw kemudian bertanya :
"Wahai Rosulullah,apakah agama itu ?", .. Rasulullah menjawab : "Agama itu akhlak yang baik", .. Lelaki itu kemudian menghadap lagi dari sebelah kanan, dan bertanya lagi : "Wahai Rasulullah, apakah agama itu", .. Rasulullah saw menjawab : "Agama itu akhlak yang baik", ... Lelaki itu kemudian menghadap lagi dari sebelah kiri Rasulullah, dan bertanya lagi : "Wahai Rasulullah, apakah agama itu ?", .. Beliau menjawab : "Agama itu akhlak yang baik", .. Kemudian lelaki, bertanya lagi dari arah belakang Rasulullah : "Wahai Rasulullah, apakah agama itu ?". Rasulullah saw menoleh kepada orang tersebut dan bersabda: "Apakah kamu belum mengerti?, Agama itu akhlak yang baik, agama itu ialah engkau tidak boleh marah".

Dari uraian serta riwayat yang kita uraikan diatas, .. tampaklah bahwa Islam sangat identik dengan ahlak yang mencakup sikap, prilaku dalam tatanan pergaulan dengan sesama manusia dan alam lingkungannya. Bahkan ada riwayat seorang wanita yang ahli ibadah akhirnya menjadi ahli neraka hanya dikarenakan wanita itu mengurung seekor kucing sehingga mati,dan dia dianggap telah berbuat dzolim dan berakhlak buruk. Sebaliknya diriwayatkan ada seorang wanita pelacur yang penuh dengan dosa, akhirnya menjadi ahli sorga karena dia menolong seekor anjing yang kehausan. Dia rela mati untuk tidak minum, dan memberikan air tersebut kepada seekor anjing !.

Akhlak adalah belas kasih yang sangat mendalam. Kasih sayangnya kepada Allah terpantul dari cara mereka bersikap penuh kasih kepada semua mahluk yang ada di bumi. Jangankan kepada sesama manusia, berbelas kasih kepada seekor anjing sekalipun akan menghantarkannya kesurga. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bin Ash r.a, sesungguhnya Rasululullah saw bersabda : "Orang yang berbelas-kasih pasti dikasihi Yang Maha Pengasih. Berbelas kasihlah kepada penghuni di bumi, niscaya para penghuni langit akan berbelas kasih kepadamu sekalian". (HR.Abu Daud dan Tirmidzi).

Semangat berjama’ah yang berintikan nilai persaudaraan, tidak terikat oleh perbedaan fiqih dan mazhab. Semangat pesaudaraan dan maksud dari tulisan ini, sekedar ingin mengajak diri saya dan Anda untuk secara simultan dan menjadikan amal–amal jama’ah untuk membuktikan keluhuran akhlaq dari setiap pribadi muslim dalam hubungannya dengan manusia dan alam lingkungannya.

Akhlak atau karakter bahkan kepribadian ( personality ) setiap muslim mencakup berbagai dimensi yang erat kaitannya dengan kemanfaatan hidup bagi orang lain. Sikap kedermawanan, sikap yang santun, menghargai nilai–nilai kemanusiaan, disiplin dan menghargai waktu merupakan dimensi akhlak yang justru harus kita prioritaskan melampaui perbedaan kita dalam hal–hal yang bersifat ibadah ritual yang seringkali menjadi jurang pemisah karena fanatisme mazhabiyah semata.

Berikut ini ada sebuah riwayat,... dimana doa dikabulkan Allah karena amal saleh mereka, karena akhlaq serta kerinduan mereka menatap Wajah Allah, sbb :


Tatkala tiga orang pemuda sedang mengadakan perjalanan, tiba–tiba mereka diguyur hujan lebat, kemudian mereka berteduh ke sebuah gua di gunung. Ketika mereka telah berada di dalam gua, runtuhlah bebatuan sehingga menutup mulut gua. Sebagian berkata kepada sebagian yang lain, "Perhatikanlah amal–amal salih yang pernah kalian kerjakan, lalu berdoalah kepada Allah dengan amal–amal saleh itu", kemudian mulailah mereka berdoa :

Yang pertama di antara mereka berkata : "Yaa Allah, Engkau tahu bahwa aku mempunyai dua orang tua yang sudah tua renta, seorang istri dan dua anak. Aku senantiasa mengurus mereka. Setiap kali sehabis pergi, aku memerah susu untuk mereka, dan yang pertama kali kuberi minum adalah kedua orang tuaku sebelum anak–anakku. Suatu ketika aku tersesat ketempat yang jauh ketika sedang mencari kayu bakar. Sehingga aku pulang larut malam dan kudapatkan mereka berdua sudah tertidur. Aku memerah susu seperti biasanya, lalu aku hanya berdiri di dekat kepala mereka, tidak berani membangunkan mereka, dan tidak ingin mendahulukan anak–anakku sebelum mereka berdua minum. Sementara anak–anaku menangis kelaparan sambil merangkul kedua kakiku. Aku tetap seperti itu sehingga fajar menyingsing. Jika Engkau tahu aku berbuat seperti itu karena mengharapkan Wajah-Mu, maka bukakanlah sedikit celah agar kami bisa melihat langit". Maka Allah membuka sedikit celah kepada mereka.

Orang kedua berkata : "Yaa Allah ,aku mempunyai seorang keponakan, dan aku jatuh cinta kepadanya, seperti lazimnya cinta yang menggelora dari seorang laki–laki terhadap wanita. Lalu aku memintanya agar mau kugauli, namun dia menolak. Aku memberinya seratus dinar, lalu kurayu dia, dan bahkan kuberi lagi seratus dinar, lalu kutemuui dia. Tatkala aku sudah siap–siap untuk menggaulinya, dia berkata : "Wahai hamba Allah, bertakwalah kepada Allah janganlah engkau merusak cincin yang bukan haknya". Dengan perasaan takut dan bergetar hatiku, kutinggalkan dia. Jika Engkau tahu bahwa aku berbuat yang demikian karena mengaharap wajah-Mu, maka bukakanlah kepada kami batu ini". Maka Allah membukakan sedikit celah kepada mereka.

Orang ketiga berkata : "Yaa Allah , sesungguhnya aku mempunyai seorang buruh yang kupekerjakan untuk menangani timbangan beras. Takala sudah menyelesaikan tugasnya, dia pergi meninggalkanku. Maka upahnya itu kutanamkan dan kukembangkan sehingga bisa membeli beberapa ekor sapi dan penggembalanya. Setelah sekian lama, dia datang lagi kepadaku, seraya bekata : 'Wahai tuan, bertakwalah kepada Allah dan berikanlah upahku yang dulu'. Aku berkata : 'Periksalah sapi–sapi dan penggembalanya. Semua itu adalah milikmu'. Dia berkata : 'Jangan engkau memperolok–olokku', Aku berkata : 'Sapi–sapi yang memenuhi gunung itu dan para pengembalanya adalah milikmu, aku tidak memperolok–olokmu ambilah !'. Maka dia mengambilnya dan pergi. Jika Engkau tahu bahwa aku berbuat itu karena mengharap Wajah-Mu, maka bukakanlah pintu. Maka Allah membukakan celah bagi mereka. Dan mereka pun keluar dari gua dan melanjutkan perjalanan (Ditarjih dari riwayat Al Bukhari dan Muslim)

Dari kisah diatas, betapa Allah telah mengabulkan doa–doa mereka bertiga, karena mereka menyebutkan amal–amal saleh yang mereka perbuat. Seorang dikabulkan doanya karena dia memiliki ahlak yang memuliakan orang tua mereka. Kedua oang tuanya yang telah renta dia santuni dengan penuh takjim dan kasih sayang mendahulukan anak- anaknya sendiri. Yang Kedua, dikabulkann doanya karena mampu keluar dari godaan syahwat yang sangat kritis. Dan Yang ketiga adalah seorang pengusaha yang jujur dan bertanggung jawab. Semuanya itu adalah akhlak !

Akhlak menghargai perbedaan.

Setiap pribadi muslim yang merindukan persauadaran ( ukhuwah wal jamaah ) adalah tipikal manusia yang sangat toleran terhadap pebedaan berpikir maupun perbedaan dalam ritual. Perbedaan tidak menyebabkan sempit hati, bahwa dari pebedaan itu akan menambah pemerkayaan (enrichment) wawasan pengetahuan dan daya kreatifitas. Kita bukanlah pemilik kebenaran mutlak, karena hanya Allah yang paling pantas mengklaim kebenaran (al haqqu min robbika). Kita hanya punya asumsi–asumsi tentang kebenaran melalui tafsir dan pendapat para ulama yang tentu saja setiap kepala mempunyai daya pikir yang berbeda sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya masing–masing. Kita tidak bisa memutlakan urusan ibadah. Merasa bahwa keyakinan kita dalam melaksanakan ibadah adalah yang paling benar sedangkan yang lain adalah salah dan bid’ah !

Menarik untuk kita renungi bersama adalah ungkapan dari Ibnu Hajar Al Haytami yang berkata : "Madzhabunaa showaab yahtamilu al khotho. Wa madzhabu ghoyirinaa khotho yahtamilu al showaab – Mazhab kami benar, tetapi bisa jadi mengandung kesalahan. Mazhab selain kami salah, tetapi bisa jadi mengandung kebenaran".

Suatu ketika Idham Khalid ketua Nahdatul Ulama naik haji satu kapal dengan Buya Hamka seorang tokoh Muhammadiyah. Setiap subuh, diadakan shalat berjemaah dengan Imam shalat bergantian. Ketika Idham Khalid menjadi imam dia berqunut, dan buya Hamka yang menjadi makmum ikut berqunut. Dalam hari yang lain giliran buya Hamka yang menjadi Imam, beliau tidak berqunut dan Idham Khalid mengikutiya tanpa mengulangi shalatnya. Perbedaan dalam ibadah tidak mengalahkan persaudaraan Islamiyah.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., ia berkata: Rasulullah saw, bersabda pada hari perang Ahzab: "Jangan sekali-kali seseorang melakukan shalat asar kecuali di (perkampungan) Bani Quraizhah." Sebagian mereka mendapatkan waktu ashar ditengah perjalanan. Lalu mereka berkata, "Kami tidak akan shalat ashar kecuali setelah kami datang di Bani Quraizhah". Dan sebagian lagi berkata, "Kami akan melakukan shalat ashar, karena bukan itu yang dimaksudkan Rasulullah saw. terhadap kita. "Kemudian peristiwa itu dilaporkan kepada Rasulullah saw., maka beliau tidak mencela salah satunya."

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka." (Riwayat Bukhari) - Walaupun ini jelas perintah Rosulullah tetapi tidak serta merta di ikuti oleh para sahabat, Abubakar dan Umar melakukannya. Sedang yang lain tidak melakukannya, seperti Ali, Ubai bin Kaab dan Anas.

Akhlak menghargai kemanusiaan.

Nilai – nilai ibadah seharusnya menjadi motivasi yang kuat untuk berbuat kebaikan bagi kehiduapan pergulannya di tengah–tengah masyarakat . Mereka sangat peduli dengan jeritan dan rintihan kaum tertindas dan fakir miskin. Mereka rela memotong rejekinya untuk dikumpulkan sebagai sebuah modal yang mampu dikelola untuk meningkatkan martabat sesama saudaranya yang terpuruk dalam kemiskinan. Mereka bergetar setiap membaca surat Al Maun, karena takut disebut pendusta agama, hanya karena menterlantarkan orang miskin dan anak yatim. Bahkan bergetar jiwa mereka begitu mendengarkan firman Allah :

“Kenapakah engkau menjadi penghuni neraka Saqar ?. Mereka menjawab: Sungguh kami dahulu tidak termasuk yang mendirikan shalat, dan tidak pernah memberi makan orang miskin“. (QS,74: 40-41)

Hubungan ritual telah menjadi dasar untuk mempraktekkan nilai–nilai actual. Habluminallah telah memacu dirinya untuk membuktikannya ditengah–tengah pergaulan habluminannaas. Hubungan dengan Allah yang dilukiskan dengan bentuk ibadah ritual menjadi dasar motivasi diri. Sedangkan hubungannya dengan manusia telah memacu dirinya untuk membuktikan hidup penuh manfaat, karena hatinya terketuk oleh sabda Rasulullah saw : "Sebaik–baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia".

Salah satu bentuk penghargaan terhadap nilai kemanusiaan, seorang muslim tidak mungkin mematahkan harapan orang lain dengan berbuat khianat. Ingkar janji dan tidak mematuhi komitmen peraturan yang disepakatinya. Sehingga dalam ukuran yang nyata tersebut tampaklah ahlak muslim itu di jalanan, diperkantoran, dilorong–lorong sempit bahkan di dalam rumah tangganya telah tegak disiplin untuk menghargai orang lain.

Di jalanan, tidak mungkin dia melanggar rambu–rambu lalu lintas, karena pelanggaran berarti penghianatan terhadap nilai kemanusiaan yang telah melahirkan peraturan.
Begitu juga para pegawai muslim di perkantoran akan menunjukkan akhlaqnya yang mulia. Jangankan ada niat korupsi, untuk datang terlambat saja jiwanya bergetar, dia takut dikatagorikan sebagai orang munafik, karena telah melanggar janji. Ini semua sebagai wujud nyata dari aplikasi ritual dalam bentuk akhlak pergaulan di dalam masyarakat.

Di negara yang penduduknya mayoritas non muslim, menjadi sorga bagi para penyandang cacat. Bila di bandara ada orang yang memakai kursi roda, mereka diberikan prioritas dalam segala hal. Mereka diberi jalan khusus dan lift khusus. Di tempat parkir, mereka diberi ruangan khusus untuk para pengendara penyandang cacat. Mereka dihargai dan dimanusiakan.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bin Ash r.a.,sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: "Orang yang berbelas-kasih pasti dikasihi Yang Maha Pengasih. Berbelas kasihlah kepada penghuni di bumi, niscaya para penghuni langit akan berbelas kasih kepadamu sekalian". (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Akhlak menghargai disiplin.

Sikap disiplin merupakan mahkotanya umat Islam yang saat ini telah terbuang di keranjang sampah. Kita merasa bahwa disiplin hanya merugikan. Kenapa harus antri kalau bisa menyerobot. Kenapa harus mempercepat pelayanan masyarakat kalau bisa kita perlambat. Bila melanggar lalu lintas, kenapa harus menghadap pengadilan tilang bila masih bisa menyogok polisi. Kenapa harus buang sampah di kotak sampah bila lapangan, taman dan jalanan masih bisa kita jadikan tempat pembuangan sampah dan kotoran.

Sepertinya apa-apa yang diajarkan, dipraktekan secara terbalik. Ketika kita menghafalkan hadist bahwa kebersihan itu bagian dari iman, kita menterjemahkannya secara bertentangan. Masjid yang kumuh, jalanan yang kotor, sampah yang memenuhi saluran air tidak menjadi ruang kepedulian kita. Bahkan, kita menganggap hal tersebut bukan sebuah dosa sosial. Kita tidak merasakan bahwa sikap disiplin itu adalah merupakan pencerminan dari akhlak.

Sementara itu, .. di banyak negara yang mayoritas penduduknya non muslim menjadikan sikap disiplin dan taat hukum merupakan bagian dari jati dirinya. Dengan sangat disiplin mereka,antri untuk mendapatkan taksi. Semua berjalan sangat teratur. Bahkan,.. pada jam 3 malam saya menyaksikan satu kendaraan tetap tidak bergerak menunggu lampu merah, padahal tidak ada kendaraan lain kecuali kendaraan saya yang ada di belakangnya. Pengendara itu tetap disiplin tidak mau menerabas, dan baru berjalan setelah lampu hijau. Mereka tetap disiplin walaupun tidak ada polisi. Seakan –akan mereka berkata : "I am the Law and I am the police for myself". Sehingga dapat kita katakan bahwa sikap disiplin mentaati peraturan lalu lintas menunjukkan kepribadian bangsa. Sikap mentaati hukum merupakan mahkota kemuliaan bangsa. Hancurnya sebuah bangsa,karena sikap disiplin telah tercerabut dari masyarakatnya.

Akhlak melahirkan etos kerja.

Akhlak yang merupakan ajaran sentral agama Islam tidak lagi menyentuh dunia. Kita terperangkap dalam keasyikan ritual. Kita merasa terpuaskan bahwa dengan membaca istighfar 1000 kali, dosa–dosa kita terampuni tanpa sedikitpun melaksanakan persyaratannya. Padahal Rasulullah bersabda : "ikutilah perbuatan dosa itu dengan perbuatan baik". Artinya dosa baru terhapuskan bila disesali dan kemudian bertekad untuk menggantinya dengan akhlak yang mulia. Tanpa perubahan akhlak, maka semua istighfar kita hanyalah sepeti nyanyian merdu yang didendangkan dihadapan orang tuli. Kita tidak bisa menebus dosa tanpa akhlak yang baik (ichsan). Bahkan diriwayatkan bahwa ada dosa yang tidak dapat dihapus dengan shalat dan tidak dapat di hapus dengan berhaji, kecuali dengan bekerja keras. Dalam kesempatan lain, Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang bekerja dengan tangannya sendiri sampai sore hari, dan disore itu dia merasakan kelelahan, maka di sore itu pula dia diampuni dosanya".

Akhlak Islam mengajarkan bahwa : "tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Bahkan seseorang yang memikul kayu bakar sehingga punggungnya terluka, hal itu lebih baik daripada meminta–minta yang kadang–kadang diberi kadang ditolak". Budaya mengemis justru bertambah subur, karena secara ritual barangsiapa yang membangun Masjid akan dibuatkan rumah di sorga. Mereka membuang akhlak bekerja keras, dan lebih baik mengemis walaupun dia lakukan atas nama tuhan sekalipun. Maka berbagai dalih serta perdebatan bahkan seminar di gelar, kenapa pengemis itu bergentayangan di setiap perempatan jalan dst. Kesimpulannya ? para pembawa makalah mendapatkan honor, panitia mendapatkan untung, dan para pengemis pun keesokan harinya semakin bertambah.

Akhlak melahirkan kedermawanan.

Akhlak seorang muslim adalah akhlaq yang sangat peduli dengan orang lain, bahkan sebagaimana dinukilkan didalam Al-Qur’an, dia rela menderita demi mendahulukan kepentingan orang lain, sebagaimana gambaran kaum Anshor yang menolong kaum Muhajirin. Mereka rela membagi rumah dan hartanya dengan penuh keikhlasan, karena terpanggil semangat akhlak yang peduli dengan derita sesama saudaranya. Mereka adalah pribadi-pribadi yang mempunyai semangat bahagia untuk memberi (pleasure in giving). Mereka lakukan karena keterpanggilan amanah untuk menunjukkan akhlaq yang mulia melalui smangat kedermawanan.

Rasulullah memujikan orang dermawan seraya bersabda : "Orang Dermawan itu dekat dengan Allah, dekat kepada sorga, dekat pada manusia dan jauh dari neraka. Sedang orang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari sorga, jauh dari manusia dan dekat pada neraka“. Orang yang dermawan lebih dicintai Allah daripada orang yang ahli ibadah tetapi bakhil (kikir/pelit)". (HR Tarmidzi).

Kedermawanan menunjukkan nilai kemanusiaan yang sangat tinggi dan terhormat, tidak saja dihadapan sesama manusia, tetapi juga dihadapan Allah. Orang yang dermawan mengungguli para ahli ibadah yang bakhil, karena seorang dermawan betapapun sedikitnya prilaku ibadah ritual mereka dapat langsung dirasakan manusia. Sedangkan kebakhilan atau sikap kikir betapapun sifat itu melekat pada ahli ibadah, tetapi kebakhilannya dirasakan pahit bagai empedu bagi orang lain. Dengan demikian tampaklah bahwa nilai–nilai akhlak mengungguli nilai–nilai ritual, selama ritualnya hanya sekedar untuk meraih kesalehan personal dan melupakan nilai kesalehan sosial.

Sikap kedermawanan akan melahirkan pula sikap kepedulian. Bergetar jiwanya melihat penderitaan orang lain, kemudian tidak ada kata "berpangku tangan" melihat sesama saudaranya teraniaya. Dengan penuh tanggung jawab dipikulnya beban amanah untuk menyelamatkan harga dan martabat muslim serta umat manusia tanpa membedakan ras dan agama mereka. Salah satu kerinduannya di tengah–tengah pergaulan hidup, tidak lain menjadikan dirinya pelita yang berbinar memercikkan Rahmatan Lil Alamin.

Rasulullah saw bersabda : "Barangsiapa yang menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia maupun di akhirat. Barangsiapa yang menghilangkan sebagian kesulitan seseorang, niscaya Allah Azza wa Jalla akan menghilangkan baginya kesulitan dunia dari kesulitan akhirat. Dan barangsiapa yang selalu menolong kebutuhan saudaranya, niscaya Allah akan menolong kebutuhannya". (HR.Tabarani, Muslim, Tarmidzi).

Kedermawanan akan melahirkan sikap seperti pada umumnya orang yang modern, yaitu kerja keras mencari rejeki agar mereka dapat menegakan wibawa diri dan sekaligus memiliki potensi untuk menolong orang lain. Dari sikap kerja keras ini melahirkan sikap hati–hati dan waspada dalam caranya mengeluarkan uang sehingga lebih efisien dan efektip, karena sikap boros adalah kawannya setan. Kedermawanan melahirkan pula sikap empati ; sikap peduli dan menghargai setiap orang. Dia merasakan bahwa eksistensi dirinya hanya ada bila ada orang lain. Kehadiran orang lain bukan hanya sekedar benda, melainkan sebuah rahmat yang akan mengangkat martabat dirinya, sehingga mereka sangat peduli kepada orang lain, terutama sahabat dan tetangganya.

Rasulullah saw bersabda : "Jibril senantiasa berpesan kepadaku mengenai tetangga hingga aku menduga Jibril akan menjadikan tetangga sebagai ahli waris". (HR. Bukhori-Muslim)

Kiranya para jama’ah yang merindukan pertemuan dengan Sang Khaliq menjadikan akhlaq kedermawanan sebagai benang–benang emas yang menghiasi jubah kezuhudan mereka.

Akhlak memancarkan kasih sayang keluarga.

Para anggota jama’ah mukmin yang merindukan surga, akan tampak dari tata cara mereka berkasih sayang di dalam keluarga dan rumah tangganya. Pancaran cinta menyentuh setiap kalbu anggota keluarga. Tutur kata mereka bagaikan gemericik air yang melantunkan kesejukan, lembut dan menyejukkan. Sikap prilaku anggota keluarganya menunjukkan saling hormat dan mencintai. Jiwa mahabbah (kecintaan) lebih dominan bahkan mengalahkan jiwa amarah. Tertanam di dalam lubuk hati mereka, sabda Rasulullah : "Bukanlah pengikutku, mereka yang tidak menyayangi yang kecil dan menghormati yang tua". Sabda ini diproses menjadi sebuah sikap prilaku yang nyata. Orang tua mereka tampil sebagai pemimpin yang menunjukkan ketauladanan.

Orang tua berdiri bagaikan menara cahaya yang memantulkan kasih sayangnya, bukan dengan limpahan materi yang memanjakan, tetapi dalam bentuk tarbiyatul quluub (pendidikan hati) melalui ketauladanan. Karena mereka sadar bahwa tindakan lebih membekas daripada kata-kata. Maka pendidikan utama dan pertama dalam rumah–rumah mereka, adalah pendidikan tauhid kemudian mempraktekan dan membahas makna ibadah yang dipercontohkannya kepada mereka dalam bentuk yang nyata, inilah bagian dari akhlak ketauladanan !

Para orang tua beserta seluruh penghuni yang berada dibawah atap rumahnya, merasakan bahwa mereka adalah satu jama’ah yang kelak akan reuni di surga. Seluruh keluarga merindukan pertemuan ulang di alam baqa dan menjadi penghuni surga Aden , sebagaimana dijanjikan Allah dalam firman-Nya : "Surga Aden, mereka masuk kedalamnya bersama mereka yang saleh diantara orang tua mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka". (QS, Al-Ra’du : 23). Dan dalam ayat yang lain Allah berfirman : "Masuklah ke surga bersama istri kamu untuk digembirakan". (QS, Al Zuhruf : 70).

Seluruh keluarganya dibina dalam tali cinta serta harapan untuk kelak mereka berkumpul kembali di taman surga. Mereka berkasih sayang dan selalu menjaga akhlaknya, karena mereka sadar bahwa kekuatan akhlak akan menghimpun mereka kembali di yaumil akhir.

Seorang suami serta istrinya yang merindukan keluarganya berkumpul di surga tidak mungkin memalingkan wajah bathinnya dari mereka. Mereka sangat meyakini bahwa ketakwaan, keimanan dan akhlak akan menghantarkannya ke pintu–pintu yang penuh barokah bagi diri dan keluarganya kelak.

Al Thabrani dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan sabda Rosulullah Saw, : "Ketika seseorang masuk surga ia menanyakan orangtua, istri dan anak-anaknya. Lalu dikatakan kepadanya mereka tidak mencapai derajat amalmu". Ia berkata : "Ya Robbi, aku beramal bagiku dan keluargaku". Kemudian Allah memerintahkan untuk mengusulkan keluarganya ke surga". Setelah itu Ibnu Abbas r.a. membaca surat At Thur ayat 21, “ Dan orang – orang yang beriman,lalu anak cucu mereka mengikuti mereka dengan iman, kami susulkan keturunan mereka pada mereka, dan Kami tidak mengurangi amal mereka sedikitpun".

Bukalah jendela hatimu ! Biarkan cahaya mentari yang begitu hangat menerpa seluruh sudut kehidupanmu . Engkau akan bergairah , bersuka cita dibawah semburan cahaya yang membuat seluruh mata memandang dan tubuhmu bergerak bagaikan tarian yang terus meliukkan tubuhnya mengikuti musik cahaya mentari. Benih–benih pengetahuan dan kearifan dalam jiwamu, hanya bisa kau tumbuhkan karena siraman cahaya. Biarkan dirimu diterpa sinar terang mentari, betapapun panasnya menyengat dan menghanguskan, kehidupan tak akan pernah menemukan kesejatiannya tanpa percikan cahayanya.

Sungguh bodoh menutup anugerah cahaya,.. Sungguh merugi orang-orang yang menutup pintu dari ketukan seorang pengembara yang akan membagikan berakahnya untukmu.
Rumahmu tempat engkau tinggal, bukanlah kuburan cina. Indah bangunanya, mahal harganya, luas tempatnya, tetapi hanya sekedar membungkus seonggok daging dan tulang, baunya busuk, keabadiannya sirna, peti yang kukuh semakin rapuh kemudian mendebu, sirna. Rumahmu yang sebenarnya bukanlah wujud keindahan yang hanya bisa dipandang dengan mata telanjang. Rumahmu adalah jiwamu yang wibawanya kau pantulkan dari cara memandang dengan mata hatimu yang memancarkan rasa iba kepada saudara–saudaramu. Ruh tak akan pernah sirna. Tetapi menjulang kelangit karena mengejar cahaya. Sedangkan ruh yang kosong dari cinta dan diliputi keserakahan akan tenggelam memasuki tanah– tanah busuk yang hitam berlumpur, bergabung dengan rayap yang bersembunyi dalam kegelapan.

Wassalamualaikum wr. wb,


Ditulis oleh : Ustdz. H. Toto Tasmara
Sunting oleh : H. Umar Hapsoro Ishak

Sultan Saladin (Salahuddin Al-Ayyubi)

Saya coba mendoakan arwah Saladin di depan makamnya, di sebuah ruangan di belakang Masjid Umayyah yang berumur lebih dari 12 abad itu di Damaskus. Tapi konsentrasi diri saya rasanya tak betul. Barangkali sesuatu telah mengganggu hati saya.

Makam itu –makam orang yang termasyhur dalam sejarah itu, orang yang besar jasanya itu, orang yang dipuji bahkan oleh musuh-musuhnya itu– terasa kusam. Seperti kesedihan yang dicoba disembunyikan, ruangan itu kelabu. Sebuah kubur dengan nisan yang tinggi tapi hanya tampil serasa kayu lapuk, logam yang aus. Sebuah ruang sekitar 4 X 6 meter, yang seperti kamar yang kehilangan peminat. Warna-warnanya hambar. Cahaya pudar. Sawang tebal. Debu. Orang tak akan tahu dengan segera bahwa di sinilah Sultan Saladin, pahlawan Islam dalam Perang Salib, terkubur. Hanya sebuah gambar kertas yang buruk –mungkin wajahnya– tergantung di dinding.

Makam memang tidak untuk dijadikan ruang pameran. Kubur memang hanya pertanda kesementaraan kita –juga keterbatasan seorang pahlawan. Tapi tidakkah manusia perlu berhenti sebentar dan mengenang? “Kenanglah segala yang baik,” kata sebuah baris Chairil Anwar, “dan cintaku yang kekal.” Tidakkah masa lalu punya sesuatu yang kekal, yang bisa diwakili dengan sebuah tanda, sebuah simbol, dengan sikap yang hormat?

Saya mencoba berdoa di depan makam Saladin di Damaskus, untuk arwahnya, juga untuk apa yang baik dalam sejarah –tapi saya merasa ada sesuatu yang meleset dalam ruang ini. Melangkah keluar, berjalan kembali ke lapangan terbuka di halaman dalam masjid, saya dengar suara penziarah-penziarah Syiah meraungkan tangis, di dekat peninggalan Hussein yang gugur di Kerbala berabad-abad yang lalu. Di tembok-tembok tinggi, masih tersisa bekas-bekas lukisan gaya Byzantium.

Masa lalu memang tidak mudah pergi meskipun kita seperti tak ingin menengoknya. Bahkan di salah satu tembok Masjid Umayyah yang dulu adalah Katedral Yahya Pembaptis yang dipermak jadi masjid yang indah di tahun 700-an itu, seorang sejarawan masih menemukan sisa inskripsi ini: “Kerajaan-Mu, ya, Kristus, adalah kerajaan abadi…”

Tapi jika masa lalu tak mudah pergi, dari bagian manakah dari Saladin yang akan datang kepada kita kini? Dari ruang makamnya yang kusam, mitos apa yang akan kita teruskan? Kisah Saladin adalah kisah peperangan. Dari zamannya kita dengar cerita dahsyat bagaimana agama-agama telah menunjukkan kemampuannya untuk memberi inspirasi keberanian dan ilham pengorbanan –yang kalau perlu dalam bentuk pembunuhan.

Tapi sebagian besar kisah Saladin –yang tersebar baik di Barat maupun di Timur dari sejarah Perang Salib yang panjang di abad ke- 12 itu– adalah juga cerita tentang seorang yang pemberani dalam pertempuran, yang sebenarnya tak ingin menumpahkan darah. Saladin merebut Jerusalem kembali di musim panas 1187. Tapi menjelang serbuan, ia beri kesempatan penguasa Kristen kota itu untuk menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat. Dan ketika pasukan Kristen itu akhirnya kalah juga, yang dilakukan Saladin bukanlah menjadikan penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan sebagian besar mereka, tanpa dendam, meskipun dulu, di tahun 1099, ketika pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.

“Anakku,” konon begitulah pesan Sultan itu kepada anaknya, az-Zahir, menjelang wafat, “…Jangan tumpahkan darah… sebab darah yang terpercik tak akan tertidur.”

Dalam hidupnya yang cuma 55 tahun, ikhtiar itulah yang tampaknya dilakukan Saladin. Meskipun tak selamanya ia tanpa cacat, meskipun ia tak jarang memerintahkan pembunuhan, kita toh tahu, antara lain dan film Hollywood sekalipun, bagaimana pemimpin pasukan Islam itu bersikap baik kepada Raja Richard Berhati Singa yang datang dari Inggris untuk mengalahkannya. Ketika Richard sakit dalam pertempuran, Saladin mengiriminya buah pir yang segar dingin dalam salju, dan juga seorang dokter. Lalu perdamaian pun ditandatangani, 1 September 1192, dan pesta diadakan dengan pelbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam bisa melahirkan orang sebaik itu.

Kita sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu bisa melahirkan orang sebaik itu. Terutama ketika orang hanya mencoba menghidupkan kembali apa yang gagah berani dari abad ke- 12 tapi meredam apa yang sabar dan damai dari sebuah zaman yang penuh peperangan. Tapi pentingkah sebenarnya masa silam?

Dari makam telantar orang Kurdi yang besar itu, suatu hari di tahun 1970-an, saya kembali ke pusat Damaskus, lewat lorong bazar yang sibuk di depan Masjid Umayyah. Kota itu riuh, keriuhan yang mungkin tanpa sejarah. (~Majalah Tempo, l9 Jan'91~)

Tentang Sultan Saladin - wikipedia
Salahuddin Ayyubi atau Saladin atau Salah ad-Din (Bahasa Arab: صلاح الدين الأيوبي, Kurdi: صلاح الدین ایوبی) (Sho-lah-huud-din al-ay-yu-bi) (c. 1138 - 4 Maret 1193) adalah seorang jendral dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Ia mendirikan Dinasti Ayyubiyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekkah Hejaz dan Diyar Bakr. Salahuddin terkenal di dunia Muslim dan Kristen karena kepemimpinan, kekuatan militer, dan sifatnya yang ksatria dan pengampun pada saat ia berperang melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al Ayyubi juga adalah seorang ulama. Beliau memberikan catatan kaki dan berbagai macam penjelasan dalam kitab hadits Abu Dawud

Latar belakang

Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi[1] . Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud. Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Pada tahun 1169, Shalahudin diangkat menjadi seorang wazir (konselor).

Di sana, dia mewarisi peranan sulit mempertahankan Mesir melawan penyerbuan dari Kerajaan Latin Jerusalem di bawah pimpinan Amalrik I. Posisi ia awalnya menegangkan. Tidak ada seorangpun menyangka dia bisa bertahan lama di Mesir yang pada saat itu banyak mengalami perubahan pemerintahan di beberapa tahun belakangan oleh karena silsilah panjang anak khalifah mendapat perlawanan dari wazirnya. Sebagai pemimpin dari prajurit asing Syria, dia juga tidak memiliki kontrol dari Prajurit Shiah Mesir, yang dipimpin oleh seseorang yang tidak diketahui atau seorang Khalifah yang lemah bernama Al-Adid. Ketika sang Khalifah meninggal bulan September 1171, Saladin mendapat pengumuman Imam dengan nama Al-Mustadi, kaum Sunni, dan yang paling penting, Abbasid Khalifah di Baghdad, ketika upacara sebelum Shalat Jumat, dan kekuatan kewenangan dengan mudah memecat garis keturunan lama. Sekarang Saladin menguasai Mesir, tapi secara resmi bertindak sebagai wakil dari Nuruddin, yang sesuai dengan adat kebiasaan mengenal Khalifah dari Abbasid. Saladin merevitalisasi perekonomian Mesir, mengorganisir ulang kekuatan militer, dan mengikuti nasihat ayahnya, menghindari konflik apapun dengan Nuruddin, tuannya yang resmi, sesudah dia menjadi pemimpin asli Mesir. Dia menunggu sampai kematian Nuruddin sebelum memulai beberapa tindakan militer yang serius: Pertama melawan wilayah Muslim yang lebih kecil, lalu mengarahkan mereka melawan para prajurit salib.

Timur Tengah (1190 M.). Wilayah kekuasaan Shalahuddin (warna merah); Wilayah yang direbut kembali dari pasukan salib 1187-1189 (warna pink). Warna hijau terang menandakan wilayah pasukan salib yang masih bertahan sampai meninggalnya Shalahuddin

Dengan kematian Nuruddin (1174) dia menerima gelar Sultan di Mesir. Disana dia memproklamasikan kemerdekaan dari kaum Seljuk, dan dia terbukti sebagai penemu dari dinasti Ayyubid dan mengembalikan ajaran Sunni ke Mesir. Dia memperlebar wilayah dia ke sebelah barat di maghreb, dan ketika paman dia pergi ke Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan dari bekas pendukung Fatimid, dia lalu melanjutkan ke Laut Merah untuk menaklukan Yaman. Dia juga disebut Waliullah yang artinya teman Allah bagi kaum muslim Sunni.

Dari usia belasan tahun Shalahuddin selalu bersama ayahnya di medan pertempuran melawan Tentara Perang Salib atau menumpas para pemberontakan terhadap pemimpinnya Sultan Nuruddin Mahmud. Ketika Nuruddin berhasil merebut kota Damaskus tahun pada tahun 549 H/1154 M maka keduanya ayah dan anak telah menunjukkan loyalitas yang tinggi kepada pemimpinnya.

Dalam tiga pertempuran di Mesir bersama-sama pamannya Asaduddin melawan Tentara Perang Salib dan berhasil mengusirnya dari Mesir pada tahun 559-564 H/ 1164-1168 M. Sejak itu Asaduddin, pamannya diangkat menjadi Perdana Menteri Khilafah Fathimiyah. Setelah pamnnya meninggal, jabatan Perdana Menteri dipercayakan Khalifah kepada Shalahuddin Al-Ayyubi.

Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan Perang Salib kedua terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Shalahuddin mengambil kekuasaan dari tangan Khilafah Fathimiyah dan mengembalikan kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad mulai tahun 567 H/1171 M (September). Setelah Khalifah Al-'Adid, khalifah Fathimiyah terakhir meninggal maka kekuasaan sepenuhnya di tangan Shalahuddin Al-Ayyubi.

Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, Damaskus diserahkan kepada puteranya yang masih kecil Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Dibawah seorang wali terjadi perebutan kekuasaan diantara putera-putera Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nurruddin menjadi terpecah-pecah. Shalahuddin Al-Ayyubi pergi ke Damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin yang tidak menginginkan persatuan. Akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul, Irak bagian utara.

Naik ke kekuasaan
Di kemudian hari Saladin menjadi wazir pada 1169, dan menerima tugas sulit mempertahankan Mesir dari serangan Raja Latin Yerusalem, khususnya Amalric I. Kedudukannya cukup sulit pada awalnya, sedikit orang yang beranggapan ia akan berada cukup lama di Mesir mengingat sebelumnya telah banyak terjadi pergantian pergantian kekuasaan dalam beberapa tahun terakhir disebabkan bentrok yang terjadi antar anak-anak Kalifah untuk posisi wazir. Sebagai pemimpin dari pasukan asing Suriah, dia juga tidak memiliki kekuasaan atas pasukan Syi'ah Mesir yang masih berada di bawah Khalifah yang lemah, Al-Adid.

Memerintah : 1174 M. – 4 Maret-1193 M.
Dinobatkan : 1174 M.
Nama lengkap : Salah al-Din Yusuf Ibn Ayyub
Lahir : 1138 M. di Tikrit, Iraq
Meninggal : 4 Maret-1193 M. di Damaskus, Syria
Dimakamkan : Masjid Umayyah, Damaskus, Syria
Pendahulu : Nuruddin Zengi
Pengganti : Al-Aziz
Dinasti : Ayyubiyyah
Ayah : Najmuddin Ayyub

Disunting oleh : H. Umar Hapsoro Ishak dari berbagai sumber